Liwa sebuah kota yang terletak di Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung. Liwa merupakan kota yang cukup dingin, pada malam hari tulang bisa linu dibuatnya. Liwa merupakan penghasil sayuran terbesar di Lampung, walaupun ini tidak terekspose. Penduduk Liwa umumnya adalah penduduk asli Lampung dan pendatang. Mata pencaharian penduduk Liwa umumnya adalah petani. Penduduk asli lebih banyak menanam kopi atau tanaman perkebunan lainnya, sedangkan hortikultura banyak dibudidayakan oleh masyarakat pendatang.
Jika dilihat dari potensi wisata agro dan wisata alam maka Liwa merupakan tempat yang tepat. Daerah ini sangat asri, dengan deretan bukit barisan selatannya. Gunung Pesagi yang merupakan gunung tertinggi di Lampung ada di daerah ini.
Rabu, 17 November 2010
Adat Istiadat Lampung
Berdasarkan adat istiadatnya, penduduk suku Lampung terbagi ke dalam dua golongan besar, yakni masyarakat Lampung beradat Pepadun dan masyarakat Lampung beradat Saibatin atau Peminggir.
Suku Lampung beradat Pepadun secara lebih terperinci dapat di golongkan ke dalam; (a) Abung Siwo Mego (Abung Sembilan Marga), terdiri atas: Buai Nunyai, Buai Unyi, Buai Nuban, Buai Subing, Buai Beliuk, Buai Kunang, Buai Selagai, Buai Anak Tuha dan Buai Nyerupa. (b) Megou Pak Tulangbawang (Empat Marga Tulangbawang), terdiri dari: Buai Bolan, Buai Umpu, Buai Tegamoan, Buai Ali. (c) Buai Lima (Way Kanan/Sungkai), terdiri dari: Buai Pemuka, Buai Bahuga, Buai Semenguk, Buai Baradatu, Buai Barasakti. (d) Pubian Telu Suku (Pubian Tiga Suku), terdiri dari Buai Manyarakat, Buai Tamba Pupus, dan Buai Buku Jadi.
Diperkirakan bahwa yang pertama kali mendirikan adat Pepadun adalah masyarakat Abung yang ada disekitar abad ke 17 masehi di zaman seba Banten. Pada abad ke 18 masehi, adat Pepadun berkembang pula di daerah Way Kanan, Tulang Bawang dan Way Seputih (Pubian). Kemudian pada permulaan abad ke 19 masehi, adat Pepadun disempurnakan dengan masyarakat kebuaian inti dan kebuaian-kebuaian tambahan (gabungan). Bentuk-bentuk penyempurnaan itu melahirkan apa yang dinamakan Abung Siwou Migou (Abung Siwo Mego), Megou Pak Tulang Bawang dan Pubian Telu Suku.
Masyarakat yang menganut adat tidak Pepadun, yakni yang melaksanakan adat musyawarahnya tanpa menggunakan kursi Pepadun. Karena mereka sebagian besar berdiam di tepi pantai, maka di sebut adat Pesisir. Suku Lampung beradat Saibatin (Peminggir) secara garis besarnya terdiri atas: Masyarakat adat Peminggir, Melinting Rajabasa, masyarakat adat Peminggir Teluk, masyarakat adat Peminggir Semangka, masyarakat adat Peminggir Skala Brak dan masyarakat adat Peminggir Komering. Masyarakat adat Peminggir ini sukar untuk diperinci sebagaimana masyarakat Pepadun, sebab di setiap daerah kebatinan terlalu banyak campuran asal keturunannya.
Bila di lihat dari penyebaran masyarakatnya, daerah adat dapat dibedakan bahwa daerah adat Pepadun berada di antara Kota Tanjungkarang sampai Giham (Belambangan Umpu), Way Kanan menurut rel kereta api, pantai laut Jawa sampai Bukit Barisan sebelah barat. Sedangkan daerah adat Peminggir ada di sepanjang pantai selatan hingga ke barat dan ke utara sampai ke Way Komering.
Suku Lampung beradat Pepadun secara lebih terperinci dapat di golongkan ke dalam; (a) Abung Siwo Mego (Abung Sembilan Marga), terdiri atas: Buai Nunyai, Buai Unyi, Buai Nuban, Buai Subing, Buai Beliuk, Buai Kunang, Buai Selagai, Buai Anak Tuha dan Buai Nyerupa. (b) Megou Pak Tulangbawang (Empat Marga Tulangbawang), terdiri dari: Buai Bolan, Buai Umpu, Buai Tegamoan, Buai Ali. (c) Buai Lima (Way Kanan/Sungkai), terdiri dari: Buai Pemuka, Buai Bahuga, Buai Semenguk, Buai Baradatu, Buai Barasakti. (d) Pubian Telu Suku (Pubian Tiga Suku), terdiri dari Buai Manyarakat, Buai Tamba Pupus, dan Buai Buku Jadi.
Diperkirakan bahwa yang pertama kali mendirikan adat Pepadun adalah masyarakat Abung yang ada disekitar abad ke 17 masehi di zaman seba Banten. Pada abad ke 18 masehi, adat Pepadun berkembang pula di daerah Way Kanan, Tulang Bawang dan Way Seputih (Pubian). Kemudian pada permulaan abad ke 19 masehi, adat Pepadun disempurnakan dengan masyarakat kebuaian inti dan kebuaian-kebuaian tambahan (gabungan). Bentuk-bentuk penyempurnaan itu melahirkan apa yang dinamakan Abung Siwou Migou (Abung Siwo Mego), Megou Pak Tulang Bawang dan Pubian Telu Suku.
Masyarakat yang menganut adat tidak Pepadun, yakni yang melaksanakan adat musyawarahnya tanpa menggunakan kursi Pepadun. Karena mereka sebagian besar berdiam di tepi pantai, maka di sebut adat Pesisir. Suku Lampung beradat Saibatin (Peminggir) secara garis besarnya terdiri atas: Masyarakat adat Peminggir, Melinting Rajabasa, masyarakat adat Peminggir Teluk, masyarakat adat Peminggir Semangka, masyarakat adat Peminggir Skala Brak dan masyarakat adat Peminggir Komering. Masyarakat adat Peminggir ini sukar untuk diperinci sebagaimana masyarakat Pepadun, sebab di setiap daerah kebatinan terlalu banyak campuran asal keturunannya.
Bila di lihat dari penyebaran masyarakatnya, daerah adat dapat dibedakan bahwa daerah adat Pepadun berada di antara Kota Tanjungkarang sampai Giham (Belambangan Umpu), Way Kanan menurut rel kereta api, pantai laut Jawa sampai Bukit Barisan sebelah barat. Sedangkan daerah adat Peminggir ada di sepanjang pantai selatan hingga ke barat dan ke utara sampai ke Way Komering.
Kuliner Liwa (Lesehan Lawu)
Jika anda berkunjung ke Liwa, tentu anda bertanya? “Wah kita makan dimana nih? cari tempat yang enak yuks….”. Ada beberapa tempat menarik yang bisa anda kunjungi dan harus anda cicipi. Salah satunya adalah : Lesehan Lawu. Warung sate yang satu ini memang sudah tersohor ke mana-mana, sebab Lesehan Lawu ini menyediakan sate yang cukup familiar di mulut.
Makanan di warung sate milik Bapak Johan Maryanto (Yanto) ini cukup enak dan terjangkau, coba deh pasti pengen lagi…. Selain itu suasana lesehan yang nyaman, sejuk dan bersih menambah nafsu makan anda. Maka jangan lewatkan lesehan lawu jika anda di liwa atau sedang berkunjung untuk menikmati liburan di Liwa.
Sate ayam dan kambing di Lesehan Lawu, rasanya gurih dan manis. Potongan dagingnya yang pas, dan bebas lemak. Setiap irisan dipotong memanjang, dan inilah yang membedakan sate di Lesehan Lawu Liwa ini dengan daerah lain. Sebelum dibakar, daging ayam dan daging kambing ini dibumbui lebih dulu. Dan selama proses pembakaran, sate ini dicelupkan dalam larutan gula merah dan kecap berulang-ulang kali sehingga rasanya meresap. Sate Lesehan Lawu di Kota Liwa bisa langsung disantap, rasanya gurih dan manis. Sate dapat disajikan dengan bumbu kacang. Sate yang disantap bersama bumbu kacang, rasanya jelas tambah nikmat.
Nah, tentu anda bertanya-tanya dimana rumah makan ini berada? Lesehan Lawu ini berada di Samping Kantor Kecamatan Balik-Bukit, Liwa Lampung Barat. Berikut rute yang dapat anda tempuh jika anda ingin makan disini :
Dari Tugu Liwa arah ke Ranau, trus kalau sudah sampai di Perempatan Lapangan Liwa (deket Wisma Sindalapai) atau lebih gampangnya sebelum dealer Honda Trus Belok Kiri Pas di Perempatan, sampai di Pertigaan Belok Ke kanan, udah deh nyampe. Jangan lupa dicatet kalau takut bingung.
Wisata kuliner anda di liwa jadi semakin menarik.
Selamat Mencoba…..
Makanan di warung sate milik Bapak Johan Maryanto (Yanto) ini cukup enak dan terjangkau, coba deh pasti pengen lagi…. Selain itu suasana lesehan yang nyaman, sejuk dan bersih menambah nafsu makan anda. Maka jangan lewatkan lesehan lawu jika anda di liwa atau sedang berkunjung untuk menikmati liburan di Liwa.
Sate ayam dan kambing di Lesehan Lawu, rasanya gurih dan manis. Potongan dagingnya yang pas, dan bebas lemak. Setiap irisan dipotong memanjang, dan inilah yang membedakan sate di Lesehan Lawu Liwa ini dengan daerah lain. Sebelum dibakar, daging ayam dan daging kambing ini dibumbui lebih dulu. Dan selama proses pembakaran, sate ini dicelupkan dalam larutan gula merah dan kecap berulang-ulang kali sehingga rasanya meresap. Sate Lesehan Lawu di Kota Liwa bisa langsung disantap, rasanya gurih dan manis. Sate dapat disajikan dengan bumbu kacang. Sate yang disantap bersama bumbu kacang, rasanya jelas tambah nikmat.
Nah, tentu anda bertanya-tanya dimana rumah makan ini berada? Lesehan Lawu ini berada di Samping Kantor Kecamatan Balik-Bukit, Liwa Lampung Barat. Berikut rute yang dapat anda tempuh jika anda ingin makan disini :
Dari Tugu Liwa arah ke Ranau, trus kalau sudah sampai di Perempatan Lapangan Liwa (deket Wisma Sindalapai) atau lebih gampangnya sebelum dealer Honda Trus Belok Kiri Pas di Perempatan, sampai di Pertigaan Belok Ke kanan, udah deh nyampe. Jangan lupa dicatet kalau takut bingung.
Wisata kuliner anda di liwa jadi semakin menarik.
Selamat Mencoba…..
Minggu, 14 November 2010
WISATA ARUM JERAM WAY BESAI FAJAR BULAN LAMPUNG BARAT
Objek pariwisata arung jeram Way Besai yang berkelok di rute Pekon Fajar Bulan--Pekon Sukananti sejauh 6 kilometer mulai dikembangkan. Dinas Pariwisata Kebudayaan Promosi dan Investasi menyediakan fasilitas rafting (arum jeram) seperti perahu karet, pelampung, dayung, helm dan yang lainnya.
Meskipun objek wisata ini belum banyak menyedot wisatawan lokal yang menjadi sasarannya, upaya promosi telah dilakukan secara maksimal di tingkat provinsi maupun nasional. "Kini, penikmat wisata arung jeram masih dari provinsi Lampung dan ada beberapa dari luar Lampung," kata Nyoman Mulyawan, Kepala Seksi Seni dan Budaya Dinas PKPI Lambar.
Kini, kata dia, Dinas menyewakan fasilitas rafting lengkap tersebut hanya Rp30 ribu per jam. Jika dibandingkan dengan di Bali yang tantangan lintasannya di bawah Way Besai, mereka mematok 20 dolar AS per jam. "Fasilitas yang ada tiga perahu karet lengkap dengan fasilitas lainnya, tapi untuk pengunjung arung jeram tidak dapat dipastikan," kata dia.
Meskipun objek wisata ini belum banyak menyedot wisatawan lokal yang menjadi sasarannya, upaya promosi telah dilakukan secara maksimal di tingkat provinsi maupun nasional. "Kini, penikmat wisata arung jeram masih dari provinsi Lampung dan ada beberapa dari luar Lampung," kata Nyoman Mulyawan, Kepala Seksi Seni dan Budaya Dinas PKPI Lambar.
Kini, kata dia, Dinas menyewakan fasilitas rafting lengkap tersebut hanya Rp30 ribu per jam. Jika dibandingkan dengan di Bali yang tantangan lintasannya di bawah Way Besai, mereka mematok 20 dolar AS per jam. "Fasilitas yang ada tiga perahu karet lengkap dengan fasilitas lainnya, tapi untuk pengunjung arung jeram tidak dapat dipastikan," kata dia.
Langganan:
Postingan (Atom)